Fenomena Aurora Menakjubkan
Aurora
adalah fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala pada
lapisan ionosfer dari sebuah planet.Fenomena ini terjadi karena
angin Matahari (solar wind), kumpulan partikel-partikel bermuatan listrik—
seperti elektron (muatan listrik negatif) dan proton (muatan listrik positif)
yang berasal dari lapisan atmosfer Matahari — berinteraksi dengan medan magnet
Bumi (geomagnetik). Partikel-partikel tersebut terlempar dari matahari dengan
kecepatan lebih dari 500 mil per detik dan terhisap medan magnet bumi di
sekitar kutub Utara dan Selatan. Warna-warna yang dihasilkan disebabkan
benturan partikel dan molekul atau atom yang berbeda. Misalnya, aurora hijau
terbentuk oleh benturan partikel elektron dengan molekul nitrogen. Aurora merah
terjadi akibat benturan antara partikel elektron dan atom oksigen.
Di bumi, aurora
terjadi di daerah di sekitar kutub Utara dan kutub Selatan magnetiknya. Aurora
yang terjadi di daerah sebelah Utara dikenal dengan nama Aurora Borealis (IPA /ɔˈɹɔɹə bɔɹiˈælɪs/), yang dinamai
bersempena Dewi Fajar Rom, Aurora, dan nama Yunani untuk angin utara, Boreas.
Ini karena di Eropa, aurora sering terlihat kemerah-merahan di ufuk utara
seolah-olah matahari akan terbit dari arah tersebut. Aurora borealis selalu
terjadi di antara September dan Oktober dan Maret dan April. Fenomena aurora di
sebelah Selatan yang dikenal dengan Aurora Australis mempunyai sifat-sifat yang
serupa.
Aurora merupakan salah satu fenomena alam yang jarang
terlihat di bumi. Fenomena unik ini sering terjadi di langit malam yang gelap
dan menyala di belahan bumi utara dianggap oleh beberapa orang sebagai
peristiwa yang mengandung unsur kepercayaan kuno. Orang-orang kuno
menghubungkan munculnya fenomena alam oleh penyakit dan perang. Aurora
terbentuk akibat dari pembelokan partikel angin matahari oleh magnetosfer ke
arah kutub, serta adanya reaksi dengan molekul-molekul atmosfer. Aurora
biasanya muncul dalam warna hijau, merah, biru atau ungu.
Penggunaan nama Aurora pertama kali digunakan oleh
seorang ilmuwan bernama Pierre Gassend pada abad ke-17. Sementara nama
"Aurora Borealis" diambil dari nama Dewi Romawi "Aurora"
dan Dewa Yunani "Boreas". Aurora adalah nama Dewi Fajar, sedangkan
Boreas adalah nama Dewa Penguasa Angin Utara.
Konon katanya
Aurora sudah bikin penasaran orang sejak tahun 1500 an. Beberapa teori tentang
aurora pun diberikan oleh beberapa ahli. Edmund Halley yang sukses memprediksi
kemunculan komet pernah memberi teori bahwa aurora itu uap air encer yang
tersublimasi oleh pemanasan yang dengannya terkandung juga sulfur yang akan
menghasilkan kilauan sinar warna-warni di atmosfer. Tahun 1746, Leonard Euler
(Swiss) menyatakan bahwa aurora adalah partikel dari atmosfer bumi yang
melampaui ambang batasnya akibat cahaya matahari dan selanjutnya naik ke
ketinggian beberapa ribu mil. Di daerah kutub partikel-partikel ini tidak akan
terdispersi akibat perputaran bumi. Orang ketiga yang berusaha menjelaskan
tentang aurora adalah Benjamin Franklin. Pak Benjamin mengatakan bahwa aurora
berkaitan dengan sirkulasi di atmosfer. Lebih lanjut Pak Ben menjelaskan bahwa
atmosfer di daerah kutub lebih tebal/berat dan lebih rendah dibandingkan dengan
di daerah ekuator karena gaya sentrifugalnya (gaya akibat rotasi) lebih kecil.
Elektrisitas (kelistrikan) yang dibawa awan ke daerah kutub tidak akan dapat
menembus es sehingga akan terputus melewati atmosfer bawah kemudian ruang hampa
menuju ke ekuator. Elektrisitas akan kelihatan lebih kuat di daerah lintang
tinggi dan sebaliknya di lintang rendah. Hal itulah yang akan tampak sebagai
Aurora Borealis. Sebenarnya selama seratus lima puluh tahun terakhir banyak
teori lain tentang aurora ini, antara lain bahwa aurora terjadi karena
pemantulan sinar matahari oleh partikel-partikel es, pemantulan sinar matahari
oleh awan, uap air yang mengandung sulfur, pembakaran udara yang mudah
terbakar, pancaran partikel magnetik, debu meteor yang terbakar akibat gesekan
dengan atmosfer, thunderstorm, listrik yang timbul antara dua kutub magnet
bumi, dll.
Sekitar tahun 1800
an karakteristik aurora mulai diketahui. Seorang ilmuwan Inggris bernama
Cavendish berhasil menghitung ketinggian aurora yaitu antara 52 s.d 71 mil (83
km s.d 113,6 km). Tahun 1852 diketahui bahwa ada hubungan antara aktivitas
geomagnet, aurora, dan sunspot dimana frekuensi dan amplitudo ketiganya
berfluktuasi dengan periode yang hampir sama yaitu 11 tahunan. Tahun 1860,
Elias Loomis berhasil membuat diagram yang menunjukkan daerah dengan kejadian
aurora paling banyak. Dari temuannya itu diketahui bahwa ternyata aurora
berhubungan dengan medan magnet bumi. Angstrom, seorang ilmuwan Swedia, pada
tahun 1867 berhasil melakukan pengukuran spektrum-spectrum dari aurora.
Penelitian tentang aurora semakin menemukan titik terang ketika seorang
fisikawan Inggris J.J. Thomson berhasil menemukan elektron dan fisikawan Swedia
Kristian Birkeland menyatakan bahwa aurora disebabkan oleh sinar dari elektron
yang diemisikan matahari. Ketika elektron-elektron itu sampai ke bumi akan
dipengaruhi oleh medan magnet bumi, dan terbawa ke daerah lintang tinggi dan
terjadilah aurora.
Selain
bumi, planet-planet lain di dalam tata surya pun memiliki medan magnetik.
Pancaran angin matahari (solar wind) yang mencapai medan magnetik planet-planet
ini akan menyebabkan terbentuknya Aurora di planet tersebut dengan proses yang
sama dengan proses terjadinya Aurora di bumi.
Aurora
juga akan terbentuk pada daerah dengan medan magnetik tinggi, contohnya planet
Jupiter dan Saturnus. Kedua planet ini memiliki magnet yang lebih kuat dan
sabuk radiasi yang lebih besar dari bumi. Selain kedua planet itu, Aurora juga
terjadi pada Planet Uranus. Namun, astronom mengungkapkan bahwa aurora
Uranus memiliki keunikan. Hal ini berkaitan dengan orientasi planet tersebut.
Tak seperti 7 planet lainnya, sumbu magnetik Uranus 60 derajat dari axis
putarannya. Sementara, sumbu putarannya 98 derajat secara relatif terhadap
orientasi sistem orbit Tata Surya. Dengan kata lain, Uranus seperti berputar
dengan poros bagian sampingnya. Selain itu, Aurora di Uranus punya umur sangat
singkat. Menurut Laurent Lamy, astronom dari Observatoire de Paris di
Meudon, Perancis, ini berkaitan dengan perbedaan orientasi datangnya
partikel bermuatan dari matahari dan medan magnet planet yang tak biasa.
Tanggal 14 Agustus 2004,
Pesawat Mars Express mendeteksi terjadinya Aurora di planet Mars, para Ilmuwan
mempelajari dengan memasukkan data-data yang dihasilkan Mars Global Surveyor,
dimana daerah emisi berhubungan dengan suatu daerah yang memiliki medan magnet
paling kuat, dan menunjukkan bahwa asal-usul emisi cahaya adalah aliran
elektron. Mars tidak memiliki
medan magnet mirip dengan Bumi, tetapi memiliki medan lokal yang mengakibatkan
munculnya aurora di planet ini.
0 komentar:
Posting Komentar